Rabindranath Tagore tak punya kata-kata bagus untuk sekolah. Sekolah, seperti yang ditempuhnya semasa kanak, kemudian ia sebut sebagai “siksaan yang tak tertahankan.”
Tak heran bila pada umur 13 tahun ia berhenti. Kemudian ia jadi penyair. Kemudian ia jadi pemikir India paling terkemuka hingga hari ini; orang Asia pertama yang mendapatkan Hadiah Nobel untuk kesusastraan.
Demikian, pada tahun 1924 ia berbicara kepada para guru tentang penglaman pendidikannya itu. “Sering aku hitung tahun-tahun yang harus aku jalani sebelum aku memperoleh kemerdekaan ku,” katanya ketika ia berkunjung ke Tiongkok – seakan-akan sekolah adalah sebuah penjara. Seakan-akan sekolah sebuah tempat menunggu yang pengap, sebelum seorang anak boleh pergi setelah dianggap ‘jadi’. “Betapa inginnya saya,” kata Tagore mengenang, “untuk dapat melintasi masa 15 atau 20 tahun yang menghalang itu, dan dengan semacam sihir ghaib, serta-merta jadi seorang dewasa.”
- dalam Nyontek, oleh GM
Tak heran bila pada umur 13 tahun ia berhenti. Kemudian ia jadi penyair. Kemudian ia jadi pemikir India paling terkemuka hingga hari ini; orang Asia pertama yang mendapatkan Hadiah Nobel untuk kesusastraan.
Demikian, pada tahun 1924 ia berbicara kepada para guru tentang penglaman pendidikannya itu. “Sering aku hitung tahun-tahun yang harus aku jalani sebelum aku memperoleh kemerdekaan ku,” katanya ketika ia berkunjung ke Tiongkok – seakan-akan sekolah adalah sebuah penjara. Seakan-akan sekolah sebuah tempat menunggu yang pengap, sebelum seorang anak boleh pergi setelah dianggap ‘jadi’. “Betapa inginnya saya,” kata Tagore mengenang, “untuk dapat melintasi masa 15 atau 20 tahun yang menghalang itu, dan dengan semacam sihir ghaib, serta-merta jadi seorang dewasa.”
- dalam Nyontek, oleh GM